KOK BELUM ADA ?
Ditulis oleh Mohammad Rachmad Ibrahim, CV Pramu Ukir Digital
Menagih Janji
Sering ya kita temukan kasus orang ditagih-tagih oleh orang lain, atau kita menagih diri sendiri.
Misal, istri menagih janji suami yang belum ditepati, atau orang tua menagih kepada anaknya kok belum wisuda.
Atau pegawai BPJS Kesehatan hanya fokus menagih kepada nasabah yang menunggak, dan abai kepada yang tidak menunggak. "Selamat siang bapak, sekedar mengingatkan bahwa bapak belum bayar tunggakan BPCS selama 5 abad"
Atau kita yang suka berselancar di market place, centang ini-itu dimasukkan dalam wishlist, karena belum kesampaian punya barang itu. Menagih ke diri sendiri agar termotivasi memiliki ini-itu.
Atau, biasanya ada perkumpulan tongkrongan di warung kopi, cafe atau tempat arisan; yang mempergunjingkan harapan yang belum terwujud.
Atau pernah lihat orang minum kopi sambil pegang smartphone, yang tiba-tiba menulis rima tentang rindu pada seseorang. Karena belum pernah bertemu dengan orang tersebut.
Atau ada spekulasi penggemar ekstrimis film serial, karena tanggung ada episode yang belum tayang. Apakah mungkin Sergio Marquina bisa bertahap hidup setelah mengeluarkan butiran emas dari Bank Spanyol, kemudian ia membuka usaha Ayam Frozen di ibukota baru di Kalimantan nanti.
Kapan ya terjadinya ini dan itu ?
Pusat memori otak kita, yang disupport oleh hormon dopamine sebagai kurir pengantar pesan; menyebabkan kita gelisah. Kita selalu mengingat-ingat hal-hal yang belum ada, penasaran.
Ternyata kasus seperti ini sudah pernah diteliti, dan dibuatkan rumusan pemecahan masalahnya.
Lebih Mudah Ingat Yang Belum Selesai
Di sekitar tahun 1924 hingga 1926, Kurt Lewin menggandeng Bluma Zeirganik, seorang ilmuwati belia. Mereka melakukan eksperimen untuk mengkonfirmasi teori yang dibuat Kurt Lewin yaitu Analisis Medan Kekuatan (Force-Field Analysis).
Dua peneliti dalam riset tersebut menyertakan 164 subyek yang terdiri dari kelompok anak-anak, pelajar, dan guru.
Tugas yang diberikan antara lain memasukkan manik-manik pada tali, menyusun puzzle, dan menjawab tantangan matematika.
Masih berstatus mahasiswi di Minsk, Bluma Zeirganik saat itu mendampingi Kurt Lwein untuk meneliti kategori pelajar untuk mengerjakan 18 dan 22 tugas berturut-turut.
Karena tujuan eksperimen ini untuk menguji kognitif, mana yang lebih mudah diingat antara tugas yang sudah dikerjakan ataukah tugas yang belum dikerjakan.
Maka dilakukanlah interupsi. Lalu setengah dari pengerjaan tugas ini terputus, di saat semua peserta belum selesai mengerjakan semua tugas.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa tugas yang tidak lengkap atau terputus, justru lebih mudah diingat oleh kelompok orang dewasa sebesar 90%, dibandingkan tugas yang berhasil mereka selesaikan.
Sedangkan di kelompok anak-anak, pada umumnya didapatkan hasil bahwa mereka hanya sanggup mengingat tugas yang terputus atau belum selesai.
Bluma Zeirganik menerbitkan penelitian ini di tahun 1927, dengan judul “Über das Behalten erledigter und un-erledigter Handlungen” (On finished and unfinished tasks).
Di tempat lain, di sebuah restoran. Bluma Zeirganik dan Kurt Lewin menyadari fenomena baru. Seorang pramusaji (waiter) di restoran itu dapat mengingat dengan mudah semua pesanan yang sedang diorder.
Namun begitu orderan selesai dan pelanggan membayar di kasir. Pramusaji tersebut tidak dapat mengingat satu pun apa saja yang sudah dia kerjakan.
Fenomena ini kemudian diberi nama Zeirganik Effects.